Munculnya kembali ideologi dan faham Salafi Wahabi dengan berbagai
bentuk organisasinya yang telah menyebar ke tengah masyarakat lintas
bangsa dan negara (ideologi transnasional) sekarang ini yang cenderung
memusyrikkan dan membid’ahkan amaliah yang sudah ada, maka, mau tidak
mau semua hal yang berkaitan dengan amaliah agama harus diketahui
lengkap dengan dalil-dalilnya.
Kondisi tersebut telah menimbul
keprihatinan di kalangan ulama dan pengurus NU di berbagai wilayah dan
cabang, salah satunya PCNU Kendal. KH Muhammad Danial Royyan penulis
buku Sejarah Tahlil yang juga ketua tanfidziyah PCNU Kendal periode 2012-2017
menuangkan kegelisahannya dengan menulis buku Sejarah Tahlil. Tradisi
Tahlilan yang merupakan salah satu sasaran tembak bagi kaum salafi
wahabi perlu mendapatkan pembelaan agar kaum Nahdliyyin tidak menjadi
ragu atas amaliah
yang dilakukan secara turun-temurun dan masih
berkembang di masyarakat hingga saat ini.
Buku Sejarah Tahlil yang
dicetak dalam ukuran saku tersebut memaparkan bagaimana tradisi bacaan
Tahlil sebagaimana yang dilakukan kaum muslimin sekarang ini tidak
terdapat secara khusus pada zaman nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya.
Tetapi tradisi itu mulai ada sejak zaman ulama muta’akhirin sekitar
abad sebelas hijriyah yang mereka lakukan berdasarkan istimbath dari
Al Qur’an dan Hadits Nabi SAW, lalu mereka menyusun rangkaian bacaan
tahlil, mengamalkannya secara rutin dan mengajarkannya kepada kaum
muslimin.
Dalam buku tersebut juga diulas siapa sebenarnya yang
pertama kali menyusun rangkaian bacaan tahlil dan mentradisikannya.
Menurut penulis buku ini, hal tersebut pernah dibahas dalam forum
Bahtsul Masail oleh para kyai Ahli Thariqah. Sebagian mereka berpendapat
bahwa yang pertama menyusun tahlil adalah Sayyid Ja’far Al- Barzanji.
Sedangkan pendapat yang lain mengatakan bahwa yang menyusun tahlil
pertama kali adalah Sayyid Abdullah bin Alwi Al Haddad.
Dari dua
pendapat tersebut, pendapat yang paling kuat tentang siapa penyusun
pertama tahlil adalah Imam Sayyid Abdullah bin Alwi Al Haddad. Hal itu
didasarkan pada argumentasi bahwa Imam Al- Haddad yang wafat pada tahun
1132 H lebih dahulu daripada Sayyid Ja’far Al – Barzanji yang wafat pada
tahun 1177 H.
Pendapat tersebut diperkuat oleh tulisan Sayyid
Alwi bin Ahmad bin Hasan bin Abdullah bin Alwi Al-Haddad dalam syarah
Ratib Al Haddad, bahwa kebiasaan imam Abdullah Al Haddad sesudah membaca
Ratib adalah bacaan tahlil. Para hadirin yang hadir dalam majlis Imam
Al Haddad ikut membaca tahlil secara bersama-sama tidak ada yang saling
mendahului sampai dengan 500 kali.
Disamping mengulas sejarah
tahlil, buku setebal 72 hal itu juga membahas argumentasi tahlil dan
pahala bacaanya yang diyakini bisa sampai kepada mayyit. Pada bab-bab
berikutnya penulis juga mengupas tentang talqin dan ziarah kubur lengkap
dengan pengertian, tatacara dan argumentasi pelaksanaannya. Buku ini
wajib dibaca oleh warga Nahdliyyin di Kendal karena memang diterbitkan
dalam rangka penggalian dana NU Kendal dan menggantikan model penggalian
dana dengan lewat stiker. Sungguhpun demikian buku ini juga perlu
dibaca oleh warga NU dimana saja berada.
Peresensi adalah kontributor NU Online Kendal
Terimakasih artikelnya bagus dan bermanfaat...salam silaturahmi dari kami PAC Pergunu Kecamatan Muntilan, barangkali berkenan untuk berkunjung balik ke website kami
BalasHapushttps://www.pacpergunumuntilan.or.id